Senin, 03 April 2017

Cara Merapikan Paragraf

Cara Merapikan Paragraf

            Seringkali teman-teman apabila mencari artikel di internet kemudian di copy ke ms.word sering berantakan. Artikel ini akan sedikit membantu dalam masalah merapikan paragraph. Cekidot
1.      Langkah pertama tools yang akan kita gunakan adalah


Keempat nama tools tersebut secara berurutan adalah left, center, right, justify. Keempat tools ini mempunyai fungsi yang berbeda.

2.      Apabila kita menggunakan tool left  maka teks akan menjadi rata kiri. Kemudian apabila memilih tools center  maka teks akan berada ditengah, dan juga apabila memilih right  maka teks akan rata kanan, sementara untuk justify   teks akan rata kanan dan kiri.

3.      Saya menggunkan tools justify karena lebih rapi.


4.      Selesai sudah rapi
5.      Oh iya kawan jangan lupa ganti jenis teks sesuai dengan keinginan anda dan juga ganti ukuran teks sesuai kebutuhan dengan cara :
6.      Tekan ctrl+A untuk memblock teks secara keseluruhan.
7.      Kemudian ke menu Home dan pilih jenis huruf Times New Roman dengan ukuran huruf 12

8.      Finish


Share:

CARA MEMBUAT FOOTNOTE DI MICROSOFT WORD DENGAN OTOMATIS

CARA MEMBUAT FOOTNOTE DI MICROSOFT WORD DENGAN OTOMATIS


1.      Langkah Pertama adalah membuka Ms. Office Word.
2.      Selanjutnya kerjakannlah tugas anda
3.      Setelah menemukan kalimat yang akan diberikan footnote maka cara yang mudah adalah tekan (Ctrl+alt+f) maka akan terlihat seperti gambar dibawah ini


4.      Atau bisa saja dengan cara yang lain yakni dengan ke menu Reference kemudian di Grup Footnootes klik insert Footnotes, seperti di gambar di bawah ini


5.      Begitu seterusnya apabila ingin membuat footnotes


Terima kasih Sudah berkunjung J J J
Share:

Rabu, 16 November 2016

Hukum Acara Pidana

HUKUM ACARA PIDANA
Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Yang Diampu Oleh Mukharom, S.HI., MH
Disusun Oleh        :
1.     M. Ilham Bahtiar                (A.111.16.0072)
2.     Dicka Firmansyah              (A.111.16.0073)
3.     Theresia Devi .F.                (A.111.16.0074)
4.     M. Nur Firmansyah           (A.111.16.0103)
5.     Ricki Pernando Sihombing (A.111.13.0034)
6.     Jembar Heru Prabowo A.    (A.111.13.0036)




KATA PENGANTAR
Segala Puji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang hukum acara pidana dapat memberikan manfaat bagi pembacannya.


Semarang, 16 November 2016

Penulis








DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................ 1
Kata Pengantar ........................................................................................................ 2
Daftar Isi ................................................................................................................. 3
BAB I Pendahuluan ................................................................................................ 4
BAB II Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
BAB III Pembahasan
a.       Pengertian Hukum Acara Pidana ? ............................................................ 6
b.      Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana ? ............................................... 6
c.       Asas – Asas Hukum Acara Pidana ? .......................................................... 8
d.      Pihak – Pihak Dalam Hukum Acara Pidana ? ............................................ 9
e.       Proses Pelaksanaan Hukum Acara Pidana ? ............................................ 14
BAB IV Kesimpulan ............................................................................................ 18
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 19










BAB  I
PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan yang namanya sebuah hukum yang hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang tentram dan teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas dari itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak setiap warga Negara. 
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pidana.
Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana. Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi) pada tingkat penyidikan.





BAB II
RUMUSAN MASALAH

f.        Pengertian Hukum Acara Pidana ?
g.      Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana ?
h.      Asas – Asas Hukum Acara Pidana ?
i.        Pihak – Pihak Dalam Hukum Acara Pidana ?
j.        Proses Pelaksanaan Hukum Acara Pidana ?
























BAB III
                                       PEMBAHASAN

A.     Pengertian Hukum Acara Pidana
Secara umum hukum acara pidana dapat dikatakan sebagai susunan atau tata cara aturan bagaimana Negara serta perantara alat alat kekuasaan suatu Negara tersebut menggunakan haknya untuk memberikan hukuman atau menghukum sehingga ia memuat acara pidana.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH. Hukum acara pidana adalah sederet aturan yang memuat peraturan dan tata bagaimana badan-badan pemerintahan berkuasa, seperti pihak kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan wajib mengadakan tindakan hukum pidana sebagai tujuan Negara.
Menurut Prof. Dr. Mr. L. J.Van Apeldoorn HAP. Hukum acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material.

     
B.      Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana

Fungsi atau tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam KUHAP yang telah dijelaskan sebagai berikut :
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.”
Menurut Van Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu:
a.       Mencari dan mengemukakan kebenaran.
b.      Pemberian keputusan oleh hakim.
c.       Pelaksanaan keputusan.
Dari ketiga fungsi tersebut, yang paling penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah mencari kebenaran. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah hakim akan sampai kepada putusan (adil dan tepat) yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Menurut Andi Hamzah, tujuan acara pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat. Karena fungsi yang pertama itu sangat penting, maka definisi hukum acara pidana yang tidak menyebut itu sebagai suatu kekurangan, misalnya rumusan De Bosch Kemper, “Keseluruhan asas-asas dan peraturan perundang-undangan mengenai mana negara menjalankan hak-haknya karena terjadi pelanggaran Undang-undang pidana,” kelihatan kurang lengkap. Hakim dalam mencari kebenaran materil, ia tidak harus melemparkan sesuatu pembuktian kepada hakim perdata. Putusan hakim perdata tidak mengikat pidana, meskipun KUHAP tidak mengatakan hal ini, namun dapat diketahui dari doktrin dan dalam Memorie van Toelichting Ned Sv, dijelaskan hal itu.
Disamping bertujuan menegakkan ketertiban hukum dalam masyarakat, hukum acara pidana juga bertujuan melindungi hak asasi manusia tiap individu baik yang menjadi korban, maupun si pelanggar hukum. Apabila kita simak definisi hukum acara pidana sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa tujuan atau fungsi dari hukum acara pidana adalah untuk menegakkan atau mengkongkritkan hukum pidana materil.



C.    Asas - Asas Hukum Acara Pidana

Didalam Hukum Acara Pidana dikenal adanya beberapa asas sebagai berikut:
a.       Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan (asas persamaan dimuka hukum)
b.      Penangkapan,penahanan,penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan, berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dengan cara yang diatur dengan undang-undang (asas perintah tertulis yang berwenang)
c.       Setiap orang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan hukum tetap (asas praduka tak bersalah = presumption of innocent).
d.      Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diganti rugi dan rehabilitasi sejak tingkat penyelidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilangar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi (asas pemberian ganti rugi dan rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan dan salah tuntut)
e.       Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan (asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas,jujur dan tidak memihak)
f.        Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantua hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya (asas memperoleh bantuan hukum yang seluas-luasnya).
g.      Kepada seorang tersangka, saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib diberitahu hak nya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum(asas wajib diberi tahu dakwaaan dan dasar hukum dakwakan).
h.      Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa (asas hadirnya terdakwa).
i.        Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam hal undang-undang (asas pemeriksaan dimuka hukum)
j.        Pengawasan pelaksanaan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pidana dilakukan oleh ketua pengadilan negri yang bersangkutan (asas pengawasan pelaksanaan putusan).[1]

D.    Pihak - Pihak Dalam Hukum Acara Pidana

Pihak-pihak yang turut serta dalam proses pelaksanaan Hukum Acara Pidana adalah sebagai berikut :
1.      Tersangka atau Terdakwa
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya , berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1 butir 14 KUHAP).
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (pasal 1 butir 15 KUHAP).
Perbedaan yang paling mendasar antara tersangka dengan terdakwa yaitu tersangka masih pada tingkat pemeriksaan penyidik (Polisi), sedangkan  terdakwa sudah pada tingkat pemeriksaan Jaksa (Penuntut Umum) dan pemeriksaan pengadilan.
Terkait dengan hak-hak tersangka atau terdakwa dapat dilihat dalam KUHAP pasal 50 sampai pasal 68 dan pada pasal-pasal lain diantaranya pasal 27 ayat 1 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman.

2.      Penyelidik dan Penyidik

a.  Penyelidik
Adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelididkan (pasal 1 butir 4). Penyelidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia (pasal 4 KUHAP).
Wewenang Penyelidik:
Pasal 5 ayat 1 KUHAP mengatakan, penyelidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 berikut :
·         Karena Kewajibannya Mempunyai Wewenang:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2.   Mencari keterangan dan barang bukti
3.  Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
4.  Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Mengadakan Tindakan Lain Menurut Hukum (penjelasan poin 4 di atas)
Dalam penjelasan KUHAP pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 berbunyi: Yang dimaksud dengan “ Tindakan Lain “ adalah tindakan dari penyelidik dengan syarat:
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan
c. Tindakan lain itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
d. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa
e. Menghormati hak asasi manusia.
Pasal 5 ayat 2 KUHAP menentukan Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat 1 huruf a dan b kepada penyidik.

b.  Penyidik
Adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan (pasal 1 butir 1 KUHAP).
Perundang-undangan khusus yang dimaksud adalah perundang-undangan yang diluar KUHAP. Pejabat yang diberi wewenang menyidik oleh perundang-undangan khusus tersebut ialah antara lain:
1.   Pejabat Imigrasi
2.   Bea cukai
3.   Dinas kesehatan
4.   Tera
5.    Pajak
6.   Angkatan laut untuk ordonansi laut territorial dan lingkungan maritim dan lain-lain.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP pada pasal 2 ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik yaitu sekurang-kurangnya  Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi pegawai negeri sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda I (Golongan II B ) atau yang disamakan dengan itu.
Pengecualian jika suatu tempat tidak ada pejabat penyidik Pembantu Letnan keatas maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannnya adalah penyidik.
Penyidik pejabat polisi diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain.
Penyidik pegawai negeri sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul dapartemen yang membawahi pegawai tersebut. Sebelum pengangkatan Menteri Kehakiman terlebih dahulu meminta pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Wewenang pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman.
Kemudian pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983 menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah  pejabat polisi Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu. Kedua macam penyidik pembantu ini diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara atas usul komandan atau pimpinan kesatuan  masing-masing. Wewenang pengangkatan ini juga dapat dilimpahkan kepada pejabat kepolisian negara Rebublik Indonesia yang lain.

Wewenang Penyidik Polri:
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat pertama ditempat kejadian
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f.        Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h.      Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
i.        Mengadakan penghentian penyidikan
j.        Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (pasal 7 ayat 1 KUHAP).
Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu:
Penyidik pegawai negeri sipil tertentu mempunyai wewenang sesuai dengan UU hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri (pasal 7 ayat 2 KUHAP).
Wewenang penyidik pegawai negeri sipil tertentu hanya terbatas sesuai dengan UU yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas mereka.
3.  Penuntut Umum / Jaksa
a.    Penuntut Umum
Adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 1 butir 6 a KUHAP).
Wewenang Penuntut Umum di atau dalam bab IV KUHAP pasal 14 yaitu:
1.      Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu
2.      Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan 4 dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
3.      Melakukan penahanan, memberiakan perpanjangan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik.
4.      Membuat surat dakwaan
5.      Melimpahkan perkara ke pengadilan
6.      Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan-ketentuan hari dan waktu perkara di sidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.
7.      Melakukan penuntutan
8.      Menutup perkara demi kepentingan umum
9.      Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan UU ini.
10.  Melaksanakan penetapan hakim.

Dalam tindak pidana umum, jaksa atau penuntut umum tidak memiliki wewenang untuk  melakukan penyidikan misalnya pembunuhan, pencurian dan lain-lain. Kecuali dalam perkara tindak pidana khusu jaksa atau penuntut umum dapat melakukan penyidikan misalnya korupsi, subversi dan lain-lain.

4.  Penasihat Hukum Dan Bantuan Hukum
Istilah Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum merupakan istilah yang dipakai atau terdapat dalam KUHAP.
Istilah Penasehat Hukum lebih tepat digunakan daripada istilah Pembela, mengingat istilah Pembela sering di salah tafsirkan seolah-olah berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa bebas dari pemidanaan.

E.    Proses Pelaksanaan Acara Pidana
Dalam suatu proses persidangan hakim akan menjatuhkan keputusannya berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku dan atas dasar keyakinannya. Dalam melaksanakan persidangan, hakim dan para pihak yang terlibat di dalamnya terikat dengan ketentuan yang diatur dalam hukum acara, berupa proses pelaksanaan acara pidana.
Proses pelaksanaan acara pidana terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
1.   Pemeriksaan pendahuluan (vooronderzoek)
2.   Pemeriksaan dalam sidang pengadilan (eindonderzoek)]
3.   Pelaksanaan hukuman (strafexecutie)
Keterangan dari proses pelaksanaan Acara Pidana tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Pemerikasaan Pendahuluan (vooronderzoek).
Pemeriksaan pendahuluan adalah suatu tindakan pengusutan dan penyelidikan apakah sesuatu sangkaan itu benar-benar beralasan atau mempunyai dasar-dasar yang dapat dibuktikan kebenarannya atau tidak. Dalam tingkat pemeriksaan ini diselidiki ketentuan padana apa yang dilanggar, dan diusahakan untuk menemukan siapa yang melakukannya dan siapakah saksi-saksinya.
Dalam pemeriksaan pendahuluan terdapat tiga pekerjaan yang harus dilakukan, yaitu :
1.      Pekerjaan pengusutan (opsporing), untuk mencari dan menyelidiki kejahatan dan pelanggaran yang terjadi.
2.      Penyelesaian pemeriksaan pendahuluan (nasporing), untuk meninjau secara yuridis, yaitu mengumpulkan bukti-bukti dan menetapkan ketentuan pidana apa yang dilanggar.
3.      Pekerjaan penuntutan (vervolging), yaitu pengajuan perkara ke sidang pengadilan oleh penuntut umum.
Asas yang digunakan dalam pemeriksaan pendahuluan adalah :
·         Asas kebenaran materiil (kebenaran dan kenyataan), yaitu usaha-usaha yang ditujukan untuk mengetahui apakah benar-benar telah terjadi tindak pidana.
·         Asas inkwisitor, yaitu bahwa si tersangka hanyalah merupakan obyek dalam pemeriksaan, tidak mempunyai hak apa-apa dan segala tindakan dilakukan dalam keadaan yang tidak terbuka untuk umum.
2.      Pemeriksaan Dalam Sidang Pengadilan (eindonderzoek)
Pemeriksaan dalam sidang pengadilan bertujuan untuk :
·         Meneliti dan menyaring apakah suatu tindak pidana itu benar atau tidak. 
·         Apakah bukti-bukti yang diajukan sah atau tidak.
·         Apakah pasal dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) yang dilanggar sesuai perumusannya dengan tindak pidana yang telah terjadi.
Pemeriksaan di muka sidang pengadilan bersifat akusator, yaitu terdakwa mempunyai kedudukan sebagai "pihak" yang sederajat menghadapi pihak lawan, yaitu Penuntut Umum, seolah-olah kedua pihak sedang "bersengketa" di muka hakim yang nantinya akan memutuskan "persengketaan" tersebut.
Pemeriksaan di muka sidang pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum, kecuali kalau peraturan menentukan lain.
Setelah pemeriksaan selesai Penuntut Umum (jaksa), membacakan tuntutan (requisitoir) dan menyerahkan tuntutan itu kepada hakim. Setelah hakim memperoleh keyakinan dengan alat-alat bukti yag sah akan kebenaran perkara-perkara tersebut, maka ia kan mempertimbangkan hukuman apa yang akan dijatuhkannya. Keputusan hakim (vonnis) dapat berupa :
·         Pembebasan dari segala tuduhan, apabila sidang pengadilan menganggap bahwa perkara tersebut kurang cukup bukti.
·         Pembebasan dari segala tuntutan, apabila perkara yang diajukan itu dapat dibuktikan akan tetapi tidak merupakan kejahatan maupun pelanggaran.
·         Menjatuhkan pidana (hukuman), apabila tindak pidana itu dapat dibuktikan bahwa terdakwalah yang melakukan dan hakim mempunyai keyakinan akan kebenarannya.
3. Pelaksanaan Hukuman (strafexecutie)
Keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat harus dilaksanakan dengan segera oleh atau atas perintah jaksa (penuntut umum), dengan ketentuan :
·         Oleh jaksa, jika keputusan itu mengenai hukuman denda atau hukuman perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu dari terhukum.
·         Atas perintah jaksa, jika mengenai hukuman lainnya.



BAB IV
KESIMPULAN
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pidana.
Proses beracara dalam acara pidana adalah sebuah pedoman untuk mengumpulkan data, mengolahnya, menganalisa serta mengkonstruksikannya. Proses beracara dalam hukum pidana mencakup tiga hal, yaitu sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan (Pasal & KUHAP), pemeriksaaan sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan, pemeriksaan tentang permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan.
Share:

BTemplates.com

Posted by NAMRIF. Diberdayakan oleh Blogger.