HUKUM ACARA PIDANA
Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Yang Diampu Oleh Mukharom, S.HI., MH
Disusun Oleh :
1.
M. Ilham Bahtiar (A.111.16.0072)
2.
Dicka Firmansyah (A.111.16.0073)
3.
Theresia Devi .F. (A.111.16.0074)
4.
M. Nur Firmansyah (A.111.16.0103)
5.
Ricki Pernando Sihombing (A.111.13.0034)
6.
Jembar Heru Prabowo A. (A.111.13.0036)
KATA PENGANTAR
Segala Puji kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah
ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir
kata kami berharap semoga makalah
tentang hukum acara pidana dapat memberikan manfaat bagi pembacannya.
Semarang,
16 November 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Judul
........................................................................................................
1
Kata Pengantar
........................................................................................................
2
Daftar Isi
.................................................................................................................
3
BAB I Pendahuluan ................................................................................................
4
BAB II Rumusan Masalah
.....................................................................................
5
BAB III Pembahasan
a.
Pengertian Hukum
Acara Pidana ?
............................................................ 6
b.
Tujuan dan Fungsi
Hukum Acara Pidana ? ...............................................
6
c.
Asas – Asas Hukum
Acara Pidana ?
.......................................................... 8
d.
Pihak – Pihak
Dalam Hukum Acara Pidana ?
............................................ 9
e.
Proses Pelaksanaan
Hukum Acara Pidana ?
............................................ 14
BAB IV Kesimpulan
............................................................................................
18
Daftar Pustaka
......................................................................................................
19
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang
demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan atas
kekuasaan semata-mata. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan yang namanya sebuah
hukum yang hidup atau yang berjalan, dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk
suasana yang tentram dan teratur bagi kehidupan masyarakan Indonesia. Tak lepas
dari itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi
hak-hak setiap warga Negara.
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana
Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk
memidana atau membebaskan pidana.
Didalam KUHAP disamping mengatur ketentuan tentang cara proses pidana juga
mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang yang terlibat proses pidana.
Proses pidana yang dimaksud adalah tahap pemeriksaan tersangka (interogasi)
pada tingkat penyidikan.
BAB II
RUMUSAN
MASALAH
f.
Pengertian Hukum
Acara Pidana ?
g.
Tujuan dan Fungsi
Hukum Acara Pidana ?
h.
Asas – Asas Hukum
Acara Pidana ?
i.
Pihak – Pihak
Dalam Hukum Acara Pidana ?
j.
Proses Pelaksanaan
Hukum Acara Pidana ?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum
Acara Pidana
Secara umum hukum acara pidana dapat dikatakan sebagai
susunan atau tata cara aturan bagaimana Negara serta perantara alat alat
kekuasaan suatu Negara tersebut menggunakan haknya untuk memberikan hukuman
atau menghukum sehingga ia memuat acara pidana.
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH. Hukum
acara pidana adalah sederet aturan yang memuat peraturan dan tata bagaimana
badan-badan pemerintahan berkuasa, seperti pihak kepolisian, kejaksaan, dan
pengadilan wajib mengadakan tindakan hukum pidana sebagai tujuan Negara.
Menurut Prof. Dr. Mr. L. J.Van Apeldoorn HAP. Hukum
acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan
hukum pidana material.
B.
Tujuan dan Fungsi
Hukum Acara Pidana
Fungsi atau tujuan hukum acara pidana telah ditentukan di dalam KUHAP yang
telah dijelaskan sebagai berikut :
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau
setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan
tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan
suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari
pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang
didakwa itu dapat dipersalahkan.”
Menurut Van
Bemmelen mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana yaitu:
a.
Mencari dan
mengemukakan kebenaran.
b.
Pemberian keputusan
oleh hakim.
c.
Pelaksanaan
keputusan.
Dari ketiga fungsi
tersebut, yang paling penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya,
ialah mencari kebenaran. Setelah menemukan kebenaran yang diperoleh melalui
alat bukti dan bahan bukti itulah hakim akan sampai kepada putusan (adil dan
tepat) yang kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Menurut Andi Hamzah, tujuan acara
pidana mencari kebenaran itu hanyalah merupakan tujuan antara. Tujuan akhir
sebenarnya ialah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan,
dan kesejahteraan dalam masyarakat. Karena fungsi yang pertama itu sangat
penting, maka definisi hukum acara pidana yang tidak menyebut itu sebagai suatu
kekurangan, misalnya rumusan De Bosch Kemper, “Keseluruhan asas-asas dan
peraturan perundang-undangan mengenai mana negara menjalankan hak-haknya karena
terjadi pelanggaran Undang-undang pidana,” kelihatan kurang lengkap. Hakim dalam mencari kebenaran
materil, ia tidak harus melemparkan sesuatu pembuktian kepada hakim perdata.
Putusan hakim perdata tidak mengikat pidana, meskipun KUHAP tidak mengatakan
hal ini, namun dapat diketahui dari doktrin dan dalam Memorie van Toelichting Ned Sv, dijelaskan hal itu.
Disamping bertujuan
menegakkan ketertiban hukum dalam masyarakat, hukum acara pidana juga bertujuan
melindungi hak asasi manusia tiap individu baik yang menjadi korban, maupun si
pelanggar hukum. Apabila kita simak definisi hukum acara pidana sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya, maka kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa tujuan atau
fungsi dari hukum acara pidana adalah untuk menegakkan atau mengkongkritkan
hukum pidana materil.
C.
Asas - Asas Hukum
Acara Pidana
Didalam Hukum Acara Pidana dikenal adanya beberapa
asas sebagai berikut:
a.
Perlakuan yang
sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan
perlakuan (asas persamaan dimuka hukum)
b.
Penangkapan,penahanan,penggeledahan
dan penyitaan hanya dilakukan, berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang
diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam hal dengan cara yang diatur
dengan undang-undang (asas perintah tertulis yang berwenang)
c.
Setiap orang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan hukum tetap (asas praduka tak
bersalah = presumption of innocent).
d.
Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun
diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diganti rugi dan rehabilitasi
sejak tingkat penyelidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja
atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilangar, dituntut,
dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi (asas pemberian ganti rugi dan
rehabilitasi atas salah tangkap, salah tahan dan salah tuntut)
e.
Peradilan yang
harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan
tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan
(asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, bebas,jujur dan tidak memihak)
f.
Setiap orang yang
tersangkut perkara wajib diberi kesempatan memperoleh bantua hukum yang
semata-mata diberikan untuk melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya
(asas
memperoleh bantuan hukum yang seluas-luasnya).
g.
Kepada seorang
tersangka, saat dilakukan penangkapan dan atau penahanan selain wajib
diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan kepadanya, juga wajib
diberitahu hak nya itu termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat
hukum(asas wajib diberi tahu dakwaaan dan dasar hukum dakwakan).
h.
Pengadilan
memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa (asas hadirnya terdakwa).
i.
Sidang pemeriksaan
pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam hal
undang-undang (asas pemeriksaan dimuka hukum)
j.
Pengawasan
pelaksanaan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh ketua pidana
dilakukan oleh ketua pengadilan negri yang bersangkutan (asas pengawasan
pelaksanaan putusan).[1]
D.
Pihak - Pihak
Dalam Hukum Acara Pidana
Pihak-pihak
yang turut serta dalam proses pelaksanaan Hukum Acara Pidana adalah sebagai
berikut :
1. Tersangka
atau Terdakwa
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya , berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak
pidana (pasal 1 butir 14 KUHAP).
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa,
dan diadili di sidang pengadilan (pasal 1 butir 15 KUHAP).
Perbedaan
yang paling mendasar antara tersangka dengan terdakwa yaitu tersangka masih
pada tingkat pemeriksaan penyidik (Polisi), sedangkan terdakwa sudah pada
tingkat pemeriksaan Jaksa (Penuntut Umum) dan pemeriksaan pengadilan.
Terkait
dengan hak-hak tersangka atau terdakwa dapat dilihat dalam KUHAP pasal 50
sampai pasal 68 dan pada pasal-pasal lain diantaranya pasal 27 ayat 1 UU Pokok
Kekuasaan Kehakiman.
2. Penyelidik
dan Penyidik
a. Penyelidik
Adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelididkan (pasal 1 butir 4). Penyelidik adalah setiap pejabat
polisi Negara Republik Indonesia (pasal 4 KUHAP).
Wewenang Penyelidik:
Pasal 5 ayat 1 KUHAP mengatakan, penyelidik
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 berikut :
·
Karena Kewajibannya Mempunyai Wewenang:
1. Menerima
laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2. Mencari
keterangan dan barang bukti
3. Menyuruh berhenti seorang yang
dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
4. Mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Mengadakan Tindakan Lain Menurut Hukum (penjelasan
poin 4 di atas)
Dalam
penjelasan KUHAP pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 berbunyi: Yang dimaksud dengan
“ Tindakan Lain “ adalah tindakan dari penyelidik dengan syarat:
a. Tidak
bertentangan dengan suatu aturan hukum
b. Selaras
dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan
c. Tindakan
lain itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya
d. Atas
pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa
e. Menghormati
hak asasi manusia.
Pasal 5 ayat 2 KUHAP menentukan Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan
hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat 1 huruf a dan b
kepada penyidik.
b. Penyidik
Adalah
pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan (pasal
1 butir 1 KUHAP).
Perundang-undangan
khusus yang dimaksud adalah perundang-undangan yang diluar KUHAP. Pejabat yang diberi wewenang menyidik oleh perundang-undangan khusus tersebut
ialah antara lain:
1.
Pejabat Imigrasi
2.
Bea cukai
3.
Dinas kesehatan
4.
Tera
5.
Pajak
6.
Angkatan laut untuk ordonansi laut
territorial dan lingkungan maritim dan lain-lain.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP pada pasal 2 ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik
yaitu sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi
pegawai negeri sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat
sekurang-kurangnya Pengatur Muda I (Golongan II B ) atau yang disamakan dengan
itu.
Pengecualian
jika suatu tempat tidak ada pejabat penyidik Pembantu Letnan keatas maka
Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua
Polisi karena jabatannnya adalah penyidik.
Penyidik
pejabat polisi diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, yang dapat
melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain.
Penyidik
pegawai negeri sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul dapartemen yang
membawahi pegawai tersebut. Sebelum pengangkatan Menteri Kehakiman terlebih
dahulu meminta pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik
Indonesia. Wewenang pengangkatan tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Menteri
Kehakiman.
Kemudian
pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983 menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah
pejabat polisi Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua Polisi dan
pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu. Kedua macam penyidik pembantu ini
diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara atas usul komandan atau pimpinan
kesatuan masing-masing. Wewenang pengangkatan ini juga dapat dilimpahkan
kepada pejabat kepolisian negara Rebublik Indonesia yang lain.
Wewenang
Penyidik Polri:
a.
Menerima laporan atau pengaduan dari
seorang tentang adanya tindak pidana
b.
Melakukan tindakan pertama pada saat
pertama ditempat kejadian
c.
Menyuruh berhenti seorang tersangka
dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d.
Melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan
e.
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan
surat
f.
Mengambil sidik jari dan memotret
seseorang
g.
Memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h.
Mendatangkan orang ahli yang
diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
i.
Mengadakan penghentian penyidikan
j.
Mengadakan tindakan lain menurut
hukum yang bertanggung jawab (pasal 7
ayat 1 KUHAP).
Wewenang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu:
Penyidik
pegawai negeri sipil tertentu mempunyai wewenang sesuai dengan UU hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan
pengawasan penyidik Polri (pasal 7 ayat 2 KUHAP).
Wewenang
penyidik pegawai negeri sipil tertentu hanya terbatas sesuai dengan UU yang
menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas mereka.
3. Penuntut
Umum / Jaksa
a. Penuntut Umum
Adalah pejabat yang diberi wewenang
oleh UU ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 1 butir 6 a
KUHAP).
Wewenang Penuntut Umum di atau dalam bab IV KUHAP pasal 14
yaitu:
1.
Menerima dan memeriksa berkas
perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu
2.
Mengadakan prapenuntutan apabila ada
kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan
4 dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
3.
Melakukan penahanan, memberiakan
perpanjangan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan
setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik.
4.
Membuat surat dakwaan
5.
Melimpahkan perkara ke pengadilan
6.
Menyampaikan pemberitahuan kepada
terdakwa tentang ketentuan-ketentuan hari dan waktu perkara di sidangkan yang
disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang
pada sidang yang telah ditentukan.
7.
Melakukan penuntutan
8.
Menutup perkara demi kepentingan
umum
9.
Mengadakan tindakan lain dalam
lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan UU
ini.
10. Melaksanakan
penetapan hakim.
Dalam tindak pidana umum, jaksa atau penuntut umum
tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan misalnya pembunuhan,
pencurian dan lain-lain. Kecuali dalam perkara tindak pidana khusu jaksa atau
penuntut umum dapat melakukan penyidikan misalnya korupsi, subversi dan
lain-lain.
4. Penasihat
Hukum Dan Bantuan Hukum
Istilah
Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum merupakan istilah yang dipakai atau terdapat dalam KUHAP.
Istilah
Penasehat Hukum lebih tepat digunakan daripada istilah Pembela, mengingat
istilah Pembela sering di salah tafsirkan seolah-olah berfungsi sebagai
penolong tersangka atau terdakwa bebas dari pemidanaan.
E.
Proses Pelaksanaan
Acara Pidana
Dalam suatu
proses persidangan hakim akan menjatuhkan keputusannya berdasarkan aturan
perundang-undangan yang berlaku dan atas dasar keyakinannya. Dalam melaksanakan
persidangan, hakim dan para pihak yang terlibat di dalamnya terikat dengan
ketentuan yang diatur dalam hukum acara, berupa proses pelaksanaan acara
pidana.
Proses
pelaksanaan acara pidana terdiri dari tiga tingkatan, yaitu :
1. Pemeriksaan
pendahuluan (vooronderzoek)
2. Pemeriksaan
dalam sidang pengadilan (eindonderzoek)]
3. Pelaksanaan
hukuman (strafexecutie)
Keterangan
dari proses pelaksanaan Acara Pidana tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemerikasaan
Pendahuluan (vooronderzoek).
Pemeriksaan pendahuluan adalah suatu tindakan
pengusutan dan penyelidikan apakah sesuatu sangkaan itu benar-benar beralasan
atau mempunyai dasar-dasar yang dapat dibuktikan kebenarannya atau tidak. Dalam
tingkat pemeriksaan ini diselidiki ketentuan padana apa yang dilanggar, dan
diusahakan untuk menemukan siapa yang melakukannya dan siapakah saksi-saksinya.
Dalam pemeriksaan pendahuluan terdapat tiga pekerjaan
yang harus dilakukan, yaitu :
1. Pekerjaan
pengusutan (opsporing), untuk mencari dan menyelidiki kejahatan dan pelanggaran
yang terjadi.
2. Penyelesaian
pemeriksaan pendahuluan (nasporing), untuk meninjau secara yuridis, yaitu
mengumpulkan bukti-bukti dan menetapkan ketentuan pidana apa yang dilanggar.
3. Pekerjaan
penuntutan (vervolging), yaitu pengajuan perkara ke sidang pengadilan oleh
penuntut umum.
Asas yang digunakan dalam
pemeriksaan pendahuluan adalah :
·
Asas kebenaran materiil (kebenaran
dan kenyataan), yaitu usaha-usaha yang ditujukan untuk mengetahui apakah
benar-benar telah terjadi tindak pidana.
·
Asas inkwisitor, yaitu bahwa si
tersangka hanyalah merupakan obyek dalam pemeriksaan, tidak mempunyai hak
apa-apa dan segala tindakan dilakukan dalam keadaan yang tidak terbuka untuk
umum.
2.
Pemeriksaan Dalam Sidang Pengadilan
(eindonderzoek)
Pemeriksaan dalam sidang pengadilan
bertujuan untuk :
·
Meneliti dan menyaring apakah suatu
tindak pidana itu benar atau tidak.
·
Apakah bukti-bukti yang diajukan sah
atau tidak.
·
Apakah pasal dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) yang dilanggar sesuai perumusannya
dengan tindak pidana yang telah terjadi.
Pemeriksaan di muka sidang pengadilan bersifat
akusator, yaitu terdakwa mempunyai kedudukan sebagai "pihak" yang
sederajat menghadapi pihak lawan, yaitu Penuntut Umum, seolah-olah kedua pihak
sedang "bersengketa" di muka hakim yang nantinya akan memutuskan
"persengketaan" tersebut.
Pemeriksaan di muka sidang pengadilan dilakukan secara
terbuka untuk umum, kecuali kalau peraturan menentukan lain.
Setelah pemeriksaan selesai Penuntut Umum (jaksa),
membacakan tuntutan (requisitoir) dan menyerahkan tuntutan itu kepada hakim.
Setelah hakim memperoleh keyakinan dengan alat-alat bukti yag sah akan
kebenaran perkara-perkara tersebut, maka ia kan mempertimbangkan hukuman apa
yang akan dijatuhkannya. Keputusan hakim (vonnis) dapat berupa :
·
Pembebasan dari segala tuduhan,
apabila sidang pengadilan menganggap bahwa perkara tersebut kurang cukup bukti.
·
Pembebasan dari segala tuntutan,
apabila perkara yang diajukan itu dapat dibuktikan akan tetapi tidak merupakan
kejahatan maupun pelanggaran.
·
Menjatuhkan pidana (hukuman),
apabila tindak pidana itu dapat dibuktikan bahwa terdakwalah yang melakukan dan
hakim mempunyai keyakinan akan kebenarannya.
3. Pelaksanaan Hukuman (strafexecutie)
Keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang mengikat harus dilaksanakan dengan segera oleh atau atas perintah jaksa
(penuntut umum), dengan ketentuan :
·
Oleh jaksa, jika keputusan itu
mengenai hukuman denda atau hukuman perampasan (penyitaan) barang-barang
tertentu dari terhukum.
·
Atas perintah jaksa, jika mengenai
hukuman lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Hukum Acara Pidana
adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan
menggunakan alat-alatnya dapat mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau
membebaskan pidana.
Proses beracara dalam
acara pidana adalah sebuah pedoman untuk mengumpulkan data, mengolahnya,
menganalisa serta mengkonstruksikannya. Proses beracara dalam hukum pidana
mencakup tiga hal, yaitu sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan (Pasal
& KUHAP), pemeriksaaan sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau
penuntutan, pemeriksaan tentang permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi
akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian
penyidikan.