TUJUH SYUHADA KECIL
Bukit cadas itu hanya terpisah dari Kabul
oleh bentangan sungai dan hutan buatan. Tadinya, penduduk di bukit itu hhidup dengan damai. Mereka
berdagang dan menggembala binantang ternak tanpa gangguan. Tiapp pagi mereka
berangkat mencari nafkah melalui jalan-jalan setapat yang sulit dijangkau
kecuali oleh penduduk yang sudah terbiasa dengan keterjalan jurang dan ngarai
yang mengerikan itu. Namun, mereka tidak pernah mengeluh, sebab mata
pencaharian mereka cukup melimpah hasilnya. Mereka dapat menikmati hidup yang
layak selaku umat islam yang taat. Masjid-masjid selalu penuh jamaah.
Orang-orang dewasa berlatih menunggang kuda dan menggunakan senapan locok
bikinan sendiri untuk melindungi gembalaan mereka. Anak-anak belajar membaca
Alquran dan memperoleh pendidikan agama yang cukup.
Namun semenjak tentara Rusia yang ateis
menjarah negeri mereka, atas nama melindungi bangsa Afganistan dari rongrongan
kaum imperialis dan antek-antek Amerika, kebebasan menjalankan agama sangat
ternodai akibat tindakan para anggota tentara asing yang kafir itu. Kemerosotan
moral merajalela, terutama di kota-kota besar. Sehingga para orang tua di
kampong keberatan melepas anak-anak mereka ke Kabul atau Bandar-bandar lainnya.
Alasan inilah salah satu di antara yang menyebabkan kaum Muslimin Afghanistan mencanangkan jihad
fi sabilillah terhadap tentara Rusia dan bonekanya. Dengan perlengkapan
senjata yang kelewat sederhana, mereka mengerahkan putera-puteranya yang gagah
berani untuk melawan pasukan komunis dari Negara tetangganya itu, Uni Soviet.
Bertahun-tahun merkea berperang, namun
belum mencapai hasil yang dicita-citakan, mengusir tentara asing dari bumi
Afghanistan nan suci. Yang jelas sesudah bertahun-tahun terlibat dalam
peperangan, kaum Muslimin tidak punah, dan Rusia belum sanggup nama mereka dari
perjalanan sejarah. Kaum mujahidin masih dengan perkasa melakukan perlawanan,
baik secara gerilya maupun secara frontal. Korban telah baanyak berjatuhan di
kedua belah pihak. Keberanian orang-orang Islam diakui sangat tinggi sehingga
mengakibatkan tentara Rusia dan pasukan bonekanya hanya karena terpaksa mau
dikirim ke medan perang.
Gunung-gunugnpun menjadi banteng pertahanan
kaum mujahidin. Dan kampong-kampung mereka sunyi senyap, lantaran para orang
dewasanya tak satupun yang mau berdiam diri di rumah masing-masing, kecuali
orang-orang tua, wanita-wanita yang
lemah, dan anak-anak dibawah umur.
Suatu ketika, tentara Soviet menyerbu
kampong kecil di bukit terpencil itu. Mereka tidak menemukan apa-apa selain
jebakan-jebakan yang berhasil menewaskan sejumlah anggota pasukan. Dengan
marah, dikirimlah tank lebih banyak sehingga di bukit kecil itu bertengger
Sembilan tank yang tidak mempan senjata, konon kabarnya. Ksembilan kendaraan
penyebar maut itu mengeram dengan angker dan sombongnya.
Tiba-tiba muncul tujuh orang anak kecil
mengenakan jubah khas Afghanistan yang longgar dan menggelembung. Mereka
bermain kejar-kejaran di dekat kesembilan tank itu, kadang kadang main
perang-perangan.
Tentara Rusia acuh tak acuh sambil berusaha
memberikan kesan kepada penduduk yang tersisa bahwa tentara Rusia menyayangi
anak-anak.
Tidak berapa lama kemudian, tatkala para
tentara pasukan lapis baja itu sedang lengah terkantuk-kaantuk, di siang hari
bolong yang terik, ketujuh anak kecil itu menaiki tank-tank milik pasukan Rusia
tersebut. Dengan cepat mereka menyelinap memasuki mulut tujuh tank itu.
Sesaat sesudah itu, terdengar ledakan dari
ketujuh kendaraan tersebut. Api berkobar menghancurkan tujuh tank di antara sembilan
yang angkuh itu. Dalam puing-puingnya, kedapatan serpihan-serpihan daging
ketujuh anak kecil Afghanistan tersebut. Gugurlah mereka sebagai
syuhada-syuhada kecil yang mengharumkan nama bangsa dan kaumnya. (30 Kisah Teladan, K.H. Abdurrahman Ar-Roisi).
0 komentar:
Posting Komentar