REMAJA YANG PAHLAWAN
Sebetulnya para remaja belum perlu terjun
ke medan perang. Sebab kekuatan tentara Muslim masih dapat diandalkan walaupun
dalam peristiwa Perang Badar itu jumlahnya tidak seimbang dengan pasukan
musyrik yang jauh berlipat ganda. Rasulullah bahkan beberapa kali menolak
keterlibatan anak-anak muda dalam pertempuran.
Namun, para remaja Muslim itu tidak bisa
tinggal diam. Mereka merasa terpanggil untuk ikut berjuang demi kepentingan
agama dan umat Islam. “Bukankah tanggung jawab mengamankan Negara bukan hanya
terbeban dipundak kaum tua semata-mata?”.
Itulah yang mengagetkan Abdurrahman bin Auf
yang sedang sibuk menghadapi cecaran senjata musuh-musuhnya. Sepintas kilas ia
melihat dua orang anak lelaki sedang mengendap-endap ke tengah-tengah
pertempuran. Agaknya mereka takut kepergok oleh Nabi.
Tatkala Abdurrahman bin Auf sedang dilanda
kecemasan memikirkan keselamatan kedua anak lelaki itu, ternyata malahan mereka
bergegas mendekat ketempatnya. Dengan berbisik salah seorang di antaranya berkata
“Wahai, Tuan Abdurrahman bin Auf. Manakah di antara orang-orang kafir itu yang
bernama Abu Jahal?”.
“Mengapa kau tanyakan dia?” Tanya
Abdurrahman bin Auf seraya menghindari dari sebilah tombak yang melayang ke
arahnya.
“kami berdua telah bersumpah hendak
menghadapi biang kerok kerusuhan itu. Kalau kami tidak berhasil membunuhnya,
lebih baik sumur Badar menjadi kuburan kami,” jawab anak lain.
Sungguh terharu hati Abdurrahman bin Auf.
Mula-mula ia bimbang, apakah layak ia menunjukkan yang mana Abu Jahal?
Sanggupkah mereka menghadapi pendekar Quraisy yang ganas itu? Tidakkah hal itu
akan membahayakan jiwa mereka?
Tetapi Abdurrahman bin Auf berpikir lagi.
Bukankah ajal manusia Tuhanlah yang berkuasa menetapkannya? Mereka ingin
membantu perjuangan kaum Muslimin. Mereka juga berhak menanam jasa. Bahkan
mereka memiliki hak untuk menjadi syuhada, pahlawan yang perlaya di
medan laga. Tidakkah menghalang-halangi niat suci mereka berarti merintangi
janji surgabagi mereka? Oleh karena itu, akhirnya ia menuding, mana di antara
musuh-musuh itu yang digelari Abu Jahal.
Sungguh, alangkah gembiranya kedua anak
lelaki itu. Dengan penuh keberanian mereka manghambur menuju tempat Abu Jahal
sedang mengumbar ketelengasannya. Seakan saling berlomba adu cepat, mereka
berlai=ri bagaikan anak-anak panah terlepas dari busurnya.
Abu Jahal terbeliak ngeri tatkala merasakan
berkesiurannya bunyi dua pedang menyerang tubuhnya. Dan ia makin terbelalak
tatkala mengetahui yang menyerbunya dengan dahsyat hanyalah dua orang anak
kecil yang tampaknya kurus dan lemah. Beberapa kali ia berhasil mengelak dan
menangkis. Namun, kesudahannya ia tertebas pedang kedua anak kecil itu dan
tewas seketika.
Manakala berita kematian Abu Jahal
disampaikan kepada Rasulullah, dengan menunduk sedih Nabi bersabda, “ Abu Jahal
ada Firaunnya zaman ini.” Seolah-olah suara itu bergaung ke segenap masa dan
penjuru, akan muncul pula sesudahnya Abu Jahal-Abu Jahal dan Firaun-Firaun lain
dalam berbagai bentuk dan penampilan. Yang jelas, sepanjang para remaja tetap
memiliki semangat membaja untuk berkorban demi tanah air dan agama, Abu
Jahal-Abu Jahal dan Firaun-Firaun itu tak kan mampu malang melintang
berketerusan. Mereka pasti tertumpas dengan hina, sebab muncul, hancurlah
kesewenangan dan kejahilan.
Siapakah kedua pejuang kecil itu? Mereka
adalah anak-anak Arfa’. (30
Kisah Teladan, K.H. Abdurrahman Ar-Roisi).
0 komentar:
Posting Komentar