Kamis, 04 Februari 2016

REMAJA YANG PAHLAWAN

REMAJA YANG PAHLAWAN

Sebetulnya para remaja belum perlu terjun ke medan perang. Sebab kekuatan tentara Muslim masih dapat diandalkan walaupun dalam peristiwa Perang Badar itu jumlahnya tidak seimbang dengan pasukan musyrik yang jauh berlipat ganda. Rasulullah bahkan beberapa kali menolak keterlibatan anak-anak muda dalam pertempuran.
Namun, para remaja Muslim itu tidak bisa tinggal diam. Mereka merasa terpanggil untuk ikut berjuang demi kepentingan agama dan umat Islam. “Bukankah tanggung jawab mengamankan Negara bukan hanya terbeban dipundak kaum tua semata-mata?”.
Itulah yang mengagetkan Abdurrahman bin Auf yang sedang sibuk menghadapi cecaran senjata musuh-musuhnya. Sepintas kilas ia melihat dua orang anak lelaki sedang mengendap-endap ke tengah-tengah pertempuran. Agaknya mereka takut kepergok oleh Nabi.
Tatkala Abdurrahman bin Auf sedang dilanda kecemasan memikirkan keselamatan kedua anak lelaki itu, ternyata malahan mereka bergegas mendekat ketempatnya. Dengan berbisik salah seorang di antaranya berkata “Wahai, Tuan Abdurrahman bin Auf. Manakah di antara orang-orang kafir itu yang bernama Abu Jahal?”.
“Mengapa kau tanyakan dia?” Tanya Abdurrahman bin Auf seraya menghindari dari sebilah tombak yang melayang ke arahnya.
“kami berdua telah bersumpah hendak menghadapi biang kerok kerusuhan itu. Kalau kami tidak berhasil membunuhnya, lebih baik sumur Badar menjadi kuburan kami,” jawab anak lain.
Sungguh terharu hati Abdurrahman bin Auf. Mula-mula ia bimbang, apakah layak ia menunjukkan yang mana Abu Jahal? Sanggupkah mereka menghadapi pendekar Quraisy yang ganas itu? Tidakkah hal itu akan membahayakan jiwa mereka?
Tetapi Abdurrahman bin Auf berpikir lagi. Bukankah ajal manusia Tuhanlah yang berkuasa menetapkannya? Mereka ingin membantu perjuangan kaum Muslimin. Mereka juga berhak menanam jasa. Bahkan mereka memiliki hak untuk menjadi syuhada, pahlawan yang perlaya di medan laga. Tidakkah menghalang-halangi niat suci mereka berarti merintangi janji surgabagi mereka? Oleh karena itu, akhirnya ia menuding, mana di antara musuh-musuh itu yang digelari Abu Jahal.
Sungguh, alangkah gembiranya kedua anak lelaki itu. Dengan penuh keberanian mereka manghambur menuju tempat Abu Jahal sedang mengumbar ketelengasannya. Seakan saling berlomba adu cepat, mereka berlai=ri bagaikan anak-anak panah terlepas dari busurnya.
Abu Jahal terbeliak ngeri tatkala merasakan berkesiurannya bunyi dua pedang menyerang tubuhnya. Dan ia makin terbelalak tatkala mengetahui yang menyerbunya dengan dahsyat hanyalah dua orang anak kecil yang tampaknya kurus dan lemah. Beberapa kali ia berhasil mengelak dan menangkis. Namun, kesudahannya ia tertebas pedang kedua anak kecil itu dan tewas seketika.
Manakala berita kematian Abu Jahal disampaikan kepada Rasulullah, dengan menunduk sedih Nabi bersabda, “ Abu Jahal ada Firaunnya zaman ini.” Seolah-olah suara itu bergaung ke segenap masa dan penjuru, akan muncul pula sesudahnya Abu Jahal-Abu Jahal dan Firaun-Firaun lain dalam berbagai bentuk dan penampilan. Yang jelas, sepanjang para remaja tetap memiliki semangat membaja untuk berkorban demi tanah air dan agama, Abu Jahal-Abu Jahal dan Firaun-Firaun itu tak kan mampu malang melintang berketerusan. Mereka pasti tertumpas dengan hina, sebab muncul, hancurlah kesewenangan dan kejahilan.

Siapakah kedua pejuang kecil itu? Mereka adalah anak-anak Arfa’. (30 Kisah Teladan, K.H. Abdurrahman Ar-Roisi).
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Posted by NAMRIF. Diberdayakan oleh Blogger.